Dampak industri TI pada iklim global sudah dikenal luas. Server yang tak terhitung jumlahnya, sistem penyimpanan, dan perangkat jaringan di pusat data yang tak terhitung jumlahnya di seluruh dunia dikatakan mengonsumsi sekitar 3 persen dari total pasokan energi setiap tahun, dan ini kemungkinan akan meningkat ketika miliaran perangkat IoT online.
Namun ternyata, infrastruktur data yang meluas ini terbukti vital dalam upaya mengatasi beberapa masalah yang paling sulit diatasi yang mempengaruhi perubahan iklim - mulai dari praktik pertanian hingga transportasi modern. Secara khusus, kecerdasan buatan (AI) dan banyak iterasinya, seperti pembelajaran mesin (ML) dan jaringan saraf (NN), terbukti sangat mahir dalam menemukan banyak inefisiensi dalam masyarakat modern yang berkontribusi terhadap ketidakstabilan iklim.
Kemampuan AI untuk memengaruhi iklim sama beragamnya dengan teknologi itu sendiri. Renee Cho dari Columbia University mencatat bahwa ini membantu petani mendorong hasil panen per hektar hingga 30 persen melalui persiapan lahan yang lebih akurat, pemupukan dan penyiraman. Pada saat yang sama membantu utilitas listrik di seluruh dunia mengusir ketidakefisienan di jaringan mereka dan memacu penggunaan sumber energi terbarukan yang lebih besar. Ini juga mengarah pada kemajuan revolusioner dalam deteksi dan prediksi bencana alam seperti badai dan siklon tropis, dengan beberapa model sekarang menyediakan prediksi intensitas dan jalur dengan akurasi 90 persen atau lebih baik. Hal ini memungkinkan organisasi pemulihan untuk mengalokasikan sumber daya yang lebih baik untuk operasi pencegahan seperti menopang tembok laut dan mengevakuasi warga, dan setelahnya untuk penilaian kerusakan dan untuk memperlancar pengiriman pasokan darurat. (Untuk informasi lebih lanjut tentang AI dalam bertani, lihat 6 Kemajuan AI Paling Menakjubkan dalam Pertanian.)